Senin, 03 Juni 2013

KEPEMIMPINAN, KEKUASAAN DAN POLITIK

KEPEMIMPINAN, KEKUASAAN DAN POLITIK
TUGAS MATA KULIAH KEPEMIMPINAN
DOSEN PENGEMPU: MOH ABU SUHUD



DISUSUN OLEH:
RODI
11230038

FAKULTAS DAKWAH
PROGRAM STUDI: PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISALAM
UNIVERSITAS ISALAM NEGRI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013


A.KEPEMIMPINAN

Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi sebuah kelompok untuk mencapai suatu visi atau serangkaian tujuan tertentu yang ditetapkan. Seseorang bisa memperoleh peran pemimpin hanya karena posisinya dalam organisasi tersebut. Namun, tidak semua pimpinan adalah manajer, demikian pula sebaliknya, tidak semua manajer adalah pemimpin. Hanya karena suatu organisasi memberikan hak - hak formal kepada manajernya, bukan jaminan bahwa mereka mampu memimpin dengan efektif.
Organisasi membutuhkan kepemimpinan dan manajemen yang kuat agar efektivitasnya optimal. Di dunia yang serba dinamis seperti sekarang ini, kita membutuhkan pimpinan - pimpinan yang berani menentang status quo, menciptakan visi masa depan, dan mengilhami anggota - anggota organisasi untuk secara sukarela mencapai visi tersebut. Kita juga membutuhkan manajer untuk merumuskan rencana yang mendetail, dan menciptakan struktur organisasi yang efesien.

 B. TEORI KEPEMIMPINAN
1. Teori Sifat
Teori Sifat Kepemimpinan adalah teori - teori yang mempertimbangkan berbagai sifat dan karakteristik pribadi yang membedakan para pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin dengan cara berfokus pada berbagai siat dan karakteristik pribadi.
2. Teori Perilaku
Teori Perilaku Kepemimpinan adalah teori -teori yang mengemukakan bahwa beberapa perilaku tertentu membedakan dari mereka yang bukan pemimpin.
Para peneliti di Ohio State University berusaha mengidentifikasi dimensi - dimensi independen dari perilaku pemimpin. Dimulai dengan lebih dari seribu dimensi menjadi dua kategori yang pada dasarnya menjelaskan sebagian besar perilaku kepemimpinan sebagaimana dideskripsikan par karyawan. Mereka menyebut kedua dimensi ini struktur awal dan tenggang rasa.
Struktur awal merujuk pada tingkat sampai mana seorang pemimpin akan menetapkan dan menyusun perannya dan peran para bawahannya dalam usaha mencapai tujuan. Sedangkan tenggang rasa dideskripsikan sebagai tingkat sampai mana seorang pemimpin akan memiliki hubungan profesional yang ditandai oleh kesalingpercayaan, rasa hormat terhadap ide - ide anak buah, dan rasa hormat terhadap perasaan - perasaan mereka.
Pada saat yang bersamaan, kelompok dari University of Michigan menghasilkan dua dimensi perilaku kepemimpinan yang mereka namai berorientasi karyawan dan berorientasi produksi. Pemimpin yang berorientasi karyawan menekankan hubungan antarpersonal; mementingkan kabutuhan para karyawan, dan menerima perbedaan - perbedaan individual di antara para anggota. Pemimpin yang berorientasi produksi yaitu seorang pemimpin yang menekankan aspek - aspek teknis atau tugas dari suatu pekerjaan tertentu.
Perbedaan antara teori sifat dengan teori perilaku, dalam penerapannya, terletak pada asumsi - asumsi pokoknya. Teori sifat berasumsi bahwa pemimpin dilahirkan, bukan diciptakan. Namun, bila ada perilaku - perilaku tertentu yang mengidentifikasi pemimpin, kita bisa mengajarkan kepemimpinan. Kita bisa merancang beragam program untuk menanamkan pola - pola perilaku ini dalam diri mereka yang ingin menjadi pemimpin yang efektif.
Berdasarkan bukti yang ada, teori perilaku, seperti halnya teori sifat, memberi kita tambahan pemahaman mengenai kepemimpinan yang efektif. Para pemimpin yang memiliki sifat - sifat tertentu, dan yang menampilkan perilaku tenggang rasa dan disiplin dalam kerja , memang lebih efektif.
3. Teori Sumberdaya Kognitif
Teori kepemimpinan yang menyatakan bahwa stress secara negatif mempengaruhi suatu situasi serta kecerdasan dan pengalaman bisa mengurangi pengaruh sterss yag dirasakan pemimpin. Inti dari teori ini adalah bahwa stress merupakan musuh rasionalitas. Sulit bagi para pemimpin untuk berpikir secara logis dan analitis ketika sedang stress. Selain itu, peran kecerdasan dan pengalaman seorang pemimpin dalam kaitannya dengan efektivitas berbeda dalam situasi stresstingkat rendah dan tinggi.
Kemampuan intelektual seorang pemimpin berhubungan secara positif dengan kinerja dalam situasi stress tingkat rendah dan secara negatif dalam situasi stress tingkat tinggi. Sebaliknya, pengalaman seseorang pemimpin herhubungan secara negatif dengan kinerja dalam situasi stress tingkat rendah dan secara positif dalam situasi stress tingkat tinggi. Jadi tingkat stress yang terkandung dalam situasi menentukan apakah kecerdasan atau pengalaman seorang individu yang akan memberikan kontribusi bagi kinerja kepemimpinan.
Pada kenyataannya, sebuah kajian menegaskan bahwa ketika tingkat stress rendah dan pemimpin bersifat direktif (yaitu, ketika seorang pemimpin bersedia memberi tahu orang mengenai apa yang harus dilakukan), kecerdasan memiliki peran penting terhadap efektivitas seorang pemimpin.


C. GAYA KEPEMIMPINAN
Ø  Model Fiedler
Model kemungkinan Fiedler menyatakan bahwa kelompik yang efektif bergantung pada kesesuaian antara gaya interaksi seorang pemimpin dengan bawahannya serta sejauh mana situasi tersebut menghasilkan kendali dan pengaruh untuk pemimpin tersebut.

Fiedler mengidentifikasi tiga dimensi kemungkinan yang menurutnya, menentukan faktor - faktor situasional kunci yang menentukan efektivitas kepemimpinan. Faktor - faktor tersebut adalah hubungan pemimpin - anggota, struktur tugas, dan kekuatan posisi. Ketiganya didefinisikan sebagai berikut :
1.Hubungan pemimpin-anggota
Tingkat kepatuhan, kepercayaan, dan rasa hormat yang dimiliki oleh bawahan terhadap pimpinan mereka.
1. Struktur tugas
Tingkat sejauh mana penentuan pekerjaan diproseduralkan (yaitu, terstruktur atau tidak terstruktur)
2. Kekuatan Posisi
Pengaruh yang berasal dari posisi struktural formal seseorang dalam organisasi; termasuk kekuatan untuk mempekerjakan, memecat, mendisiplinkan, mempromosikan, dan memberikan kenaikan gaji.

Berdasarkan penelitiannya, Fiedler menyimpulkan bahwa pemimpin yang berorientasi tugas cenderung bekerja secera lebih baik dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan mereka. Fiedler mengatakan bahwa pemimpin yang berorientasi tugas bekerja sangat baik dalam situasi - situasi dengan tingkat kontrol yang tinggi dan rendah, sementara pemimpin yang berorientasi hubungan kerja sangat baik dalam situasi - situasi dengan tingkat kontrol yang modern.
Terdapat dua cara untuk meningkatkan efektivitas pemimpin. Pertama, mengganti pemimpin tersebut agar sesuai dengan situasi yang ada. Misalnya, apabila situasi kelompok dinilai sangat tidak menguntungkan tetapi saat itu mereka tengah dipimpin oleh seorang manajer yang berorientasi hubungan, konerja kelompok dapat ditingkatkan dengan mengganti manajer tersebut dengan seorang manajer lain yang berorientasi tugas. Yang kedua, mengubah situasi agar sesuai dengan sang pemimpin. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara melakukan restrukturisasi tugas atau meningkatkan atau mengurangi kekuatan yang dimiliki oleh pemimpin untuk mengontrol berbagai faktor seperti kenaikan gaji, promosi, dan tindakan disipliner.



Ø  Teori Stuasional Hersey dan Blanchard
Paul Hersey dan Ken Blanchard telah mengembangkan sebuah model kepemimpinan yang disebut ”Teori Kepemimpinan Situasional”(Situational Leadership Theory-SLT).Kepemimpinan situasional adalah sebuah teori kemungkinan yang berfokus pada para pengikut. Kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan cara memilih gaya kepemimpinan yang benar yang menurut Hersey dan Blanchard bergantung pada tingkat kesiapan para pengikut.
Penekanan pada para pengikut dalam efektifitas kepemimpinan mencerminkan realitas bahwa para pengikutlah yang menerima atau menolak pemimpin tersebut. Istilah kesiapan sebagaimana didefinisikan oleh Hersey dan Blanchard, merujuk pada tingkat sampai mana orang memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
            Hersey dan Blanchard mengidentifikasikan empat perilaku pemimpin yang khusus-dari sangat direktif sampai sangat laissez-faire. Perilaku mana yang paling efektif bergantung pada kemampuan dan motivasi seorang pengikut.SLT berasumsi bila seorang pengikut tidak mampu dan tidak bersedia, pemimpin harus memberikan pengarahan secara jelas dan spesifik. Bila para pengikut tidak mampu namun bersedia, pemimpin harus menampilkan orientasi tugas yang tinggi untuk mengimbangi kurangnya kemampuan para pengikut. Apabila para pengikut mampu  namun tidak bersedia, pemimpin harus menggunakan gaya yang suportif dan partisipatif, Sementara bila karyawan mampu dan bersedia, pemimpin tidak perlu berbuat banyak.
            SLT memiliki daya tarik yang intuitif. Pendekatan ini mengakui arti penting pengikut dan dibangun di atas logika bahwa para pemimpin bisa mengompensasi keterbatasan kemampuan dan motivasi dalam diri para pengikut mereka.

Ø  Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota
Teori-teori kepemimpinan yang telah kita pelajari sampai saat ini sebagian besar mengasumsikan bahwa pemimpin memperlakukan semua pengikut mereka dengan cara yang sama. Artinya, berbagai teori tersebut berasumsi bahwa para pemimpin menggunakan gaya yang cukup homogen dengan semua orang di dalam unit kerja mereka.
Ø  Teori Peryukaran Pemimpin-Anggota
menyatakan bahwa karena tekanan waku, pemimpin membangun suatu hubungan khusus dengan suatu kelompok kecil dari para pengikutnya.
            Para pemimpin menjalankan LMX dengan cara memberikan semacam penghargaan kepada karyawan-karyawan yang ingin mereka ajak membangun hubungan yang lebih dekat dan memberikan hukuman-hukuman kepada orang-orang yang tidak mereka inginkan dalam hubungan yang lebih baik.Poin utama yang perlu diperhatikan disini adalah meskipun pemimpin yang memilih, karakteristik-karakteristik pengikutlah yang menentukan keputusan pengategorian sang pemimpin.
            Pemimpin menginvestasikan sumber-sumber daya mereka dengan orang-orang yang mereka harap bisa bekerja dengan baik. Selain itu “mengetahui” bahwa anggota-anggota kelompok kesayanganya adalah yang paling cakap, para pemimpin memperlakukan mereka sedemikian rupa dan tanpa disadari mewujudkan ramalan itu.

Ø  Teori Jalan-Tujuan
Teori jalan-tujuan (path-goal theory) merupakan tugas pemimpin untuk memberikan informasi, dukungan, atau sumber-sumber daya lain yang dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bisa mencapai berbagai tujuan mereka.
perilaku pemimpin.
House mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan.
·         Pemimpin yang direktif yaitu member tahu kepada para pengikut mengenai apa yang diharapkan dari mereka, menentukan pekerjaan yang harus mereka selesaikan,dan memberikan  imbingan khusus terkait dengan menyelesaikan berbagai tugas.
·         Pemimpiun yang suportif adalah pemimpin yang ramah dan memperhatikan kebutuhan para pengikut
·         Pemimpin yang partisipatif  yaitu berunding dengan para pengikut dan menggunakan saran-saran mereka sebelum mengambil sebuah keputusan
·         Pemimpin yang berorientasi pencapaian  yaitu menetapkan tujuan-tujuan yang besar dan mengharapkan para pengikutnya untuk bekerja dengan sangat baik.
Ø  Beragam Variabel dan Prediksi Kemungkinan
Teori jalan-tujuan menawarkan dua kelas variable kemungkinan yang menghubungkan perilaku kepemimpinan dengan hasil variable-variabel dalam lingkungan yang berada diluar kendali karyawan .Faktor-faktor lingkungan menentukan jenis perilaku pemimpin yang dibutuhkan sebagai pelengkap apabila hasil pengikut ingin dimaksimalkan, sementara karakteristik personal karyawan menentukan bagaimana lingkungan dan perilaku pemimpin diinterpretasikan. Karenanya teori ini menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi tidak efektif bila perilaku tersebut tumpang tindih dengan sumber-sumber struktur lingkungan atau kongruen dengan karakteristik karyawan.

Ø  Model Pemimpin-Partisipasi
Victor Vroom dan Philip Yetton mengembangkan sebuah model pemimpin partisipasi yang mengaitkan perilaku kepemimpinan dan partisipasi dalam pembuatan keputusan. Model yang dikembangkan Vroom dan Yetton tersebut bersifat normatif. Model itu menyediakan serangkaian peraturan yang harus diikuti ketika menentukan bentuk dan besarnya partisipasi dalam pembuat keputusan.Model pemimpin partisipasi merupakan sebuah batang tubuh keputusan yang menginkoporasikan tujuh kemungkinan ( yang relevansinya bisa diidentifikasi dengan membuat pilihan “ya” atau “tidak” ) dan lima gaya kepemimpinan alternatif.
               Peneliti yang bertujuan menguji model pemimpin partisipasi yang asli maupun yang merupakan hasil revisi belum memberikan hasil yang membesarkan hati. Kritik umumnya terfokus pada berbagai variable yang dihapuskan dan pada kerumitan model ini. Teori-teori kemungkinan yang lain menunjukkan bahwa stress, kecerdasan, dan pengalaman merupakan variable situasional yang penting. Namun, model pemimpin partisipasi tidak mencakupnya.
1.   KEKUASAAN
Definisai Kekuasaan
Kekuasaan merupakan kemampuan yang dimiliki A untuk memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Kekuasaan boleh saja ada, tetapi tidak digunakan, karena itu kekuasaan merupakan suatu kemampuan atau potensi. Seseorang bisa saja memiliki kekuasaan tetapi tidak menjalankannya. Barangkali aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini meruoakan fungsi ketergantungan. Semakin besar ketergantungan B terhadap A, semakin besar pula kekuasan A dalam hubungan tersebut. Seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri anda hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang anda inginkan.

MEMBANDINGKAN KEPEMIMPINAN DAN KEKUASAAN
Konsep dari kepemimpinan dan kekuasaan adalah saling bertautan. Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan kelompok. Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan adalah sarana untuk memudahkan usaha mereka tersebut. Kekuasaan tidak mengisyaratkan tujuan melainkan ketergantungan seangkan kepemimpinan mensyaratkan kesesuaian antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.
Perbedaan yang kedua yaitu dengan arah pengaruh. Kepemimpinan berfokus padapengaruh kebawah kepada para pengikut. Kepemimpinan meminimalkanpola-pola pemngaruh ke samping dan ke atas. Kekuasaan tidak demikian. Perbedaan lain dengan penekanan penelitian. Penelitian mengenai kepemimpinan, sebagianbesra menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyan seperti seberapa suportif semestinya seorang pemimpin?sampai tingkat mana proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para pengikut?sebaliknya, penelitian mengenai kekuasaan cnderung mencakup bidag yang lebih luas dan terfokus pada takti-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah. Penelitian tersebut melampaui individu sebagai pelaksana kekuasaan karena kekuasaan dapat digunakan oleh kelompok dan juga individu untuk mengendalikan individu atau kelompok-kelompok lain.

D.LANDASAN KEKUASAAN
Landasan kekuasaan atau sumber kekuasaan dibagi ke dalam dua kelompok umum yaitu Formal dan Pribadi.
Ø  Kekuasaan Formal
Kekuasaan formal didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memebri imbalan atau dari wewenang formal.

Kekuasaan koersif.landasan kekuasaan koersif adalah landasan kekuasaan yang bergantung pada rasa takut. Seseorang memberikan reaksinya terhadap kekuasaan ini karena rasa takut terhadap akibat-akibat negatif yang mungkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan koersif mengandalkan aplikasi, atau ancaman apliasi, sanksi fisik yang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustasi melalui pembatasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan.
Di tingkat organisasi A memiliki kekuasaan koersif atas B jika A dapat memberhentikan, menunda, atau menurunkan pangkat B, dengan asumsi B menhargai pekerjaannya. Demikian pula, jia A dapat menugasi B dengan aktivitas kerja yang tidak menyenangkan B atau mengancam B sedemikian sehingga B dipermalukan, dapat dikatakan bahwa A memiliki kekuasaan koersif atas B. Kekuasaan koersif juga diperoleh karena seseorang memegang informasi kunci. Dalam sebuah organisasi, orang yang memiliki data atau pengetahuan yang dibutuhkan orang lain dapat memuat orang lain bergantung pada mereka.

Kekuasaan imbalan.
kebalikan dari kekuasaan koersif adalah kekuasaan imbalan . orang memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena dengan berbuat demikian ia akan mendapatkan manfaat positif, karena itu seseorang yang dapat membagikan imbalan atau penghargaan yang dipandang orang lain bernilai akan memiliki kekuasaan atas orang lain itu. Imbalan ini bisa bersifat finansial seperti pengendalian tingkat upah, kenaikan upah, dan bonus atau nonfinansial yaitu termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang menarik, kolega yang ramah, dan wilayah kerja atau wilayah penjualan yang lebih disukai.
Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika dapat membuang sesuatu yang bernilai positif dari orang lain atau menimbulkan sesuatu yang bernilai negatif, anda memiliki kekuasaan koersif atas orang lain. Jika dapat memberi seseorang sesuatu yang bernilaipositif atau mebuang sesuatu yang bernilai negatif, anda memiliki kekuasaan imbalan atas orang itu.
           
Kekuasaan legitimasi. Dalam kelompok atau organisai formal, barangkali akses yang paling mudah ditemuai pada satu atau lebih landasan kekuasaan adalaha posisi steuktural seseorang. Hal ini disebut kekuasaan legitimasi. Kekuasan ini melambangkan kewenangan formal untuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi.
Posisi-posisi yang memiliki kewenangan mencakup kekuasaan koersif dan imbalan. namun, kekuasaan legitimasi lebih luas daripada kekuasaan untuk memaksa dan memberikan imbalan. secara spesifik kekuasaan ini mencakup penerimaan wewenang suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam sebuah organisasi.

Ø    Kekuasaan Pribadi
            Anda tidak harus memiliki posisi formal dalam sebuah organisasi untuk memiliki kekuasaaan. Banyak diantara perancang cip yang paling cakao dan produktif di Intel,misalnya, memiliki kekuasaan, tetapi mereka bukan manajer dan tidak memegang kekuasaan formal. Yang mereka miliki adalah kekuasaan pribadi yaitu kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik. Dalam bagian ini, kita akan mengamati dua basis kekuasaan pribadi- keahlian dan rasa hormat serta kagum dari orang lain.

            Kekuasaan karena keahlian. Kekuasaan karena keahlian adalah pengaruh yang diperoleh dari keahlian, ketrampilan khusus,atau pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber pengaruh yang paling kuat karena dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi. Karena pekerjaan semakin terspesialisasi, kita menjadi semakin bergantung kepada para ahli untuk mencapai tujuan. Jadi, meskipun secara umum diakui bahwa dokter memiliki keahlian dan dengan demikian memiliki kekuasaan sebagai ahli- sebagian besar di antara kita mengikuti saran-saran yang diberikan oleh dokter kita. Anda juga harus mengakui bahwa para spesialis bidang komputer, akuntan oajak,ahli ekonomi,psikologi iindustri, dan spesialis lain mampu menjalankan kekuasaan sebagai hasil dari keahlian mereka.

Kekuasaan rujukan. Kekuasaan rujukan didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang yang memiliki sumber daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika saya menyukai,menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan kekuasaan atas saya karena saya ingin menyenangkan hati anda.
            Kekuasaan rujukan berkembang dari kekaguman terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang tersebut. Hal ini membantu menjelaskan misalny, mengapa para selebriti dibayar jutaan dolar untuk mempromosikan produk-produk yang diiklankannya. Salah satu cara orang mendapatkan kekuasaan rujukan yaitu dengan karisma. Sebagian orang memiliki kekuasaan semacam ini yang walaupun tidak menduduki posisi kepemimpinan formal, mampu memanfaatkan pengaruhnya terhadap orang lain lantaran dinamisme karismatik, rasa gembira, dan efek emosional mereka atas kita.

TAKTIK KEKUASAAN
Taktik kekuasaan adalah apa yang orang gunakan untuk menerjemahkan landasan kekuasaan menjadi tindakan tertentu? dengan kata lain, pilihan-pilihan apa saja yang dimiliki seseorang untuk memengaruhi atasan,rekan kerja,atau karyawan mereka?dan apakah ada dari pilihan-pilihan tersebut yang paling efektif?arti sebenarnya dari taktik kekuasaan yaitu cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke dalam tindakan-tindakan tertentu.
            Penelitian telah mengidentifikasikan sembilan macam taktik pengaruh:
·         Legitimasi.mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekankan bahwa sebuah ermintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.
·         Persuasi rasional.menyajikan argumen-argumen yang logis dan berbagai bukti faktual untuk memperlihatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.
·         Seruan inspirasional.mengembangkan komitmen emosional dengan cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan,harapan,dan aspirasi sebuah sasaran.
·         Konsultasi.meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan bagaimana rencana atau perubahan akan dijalankan.
·         Tukar pendapat. Memberikan imbalan kepada target atau sasaran berupa uang atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
·         Seruan pribadi. Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan tau kesetiaan.
·         Menyenangkan orang lain. Menggunakan rayuan, pujian, atau [erilaku bershabat sebelum membuat permintaan.
·         Tekanan. Menggunakan peringatan,tuntutan tugas,dan ancaman.
·         Koalisi. Meminta bantuan orang lain untuk membujuk sasaran atau menggunakam dukungan orang lain sebagai alasan si sasaran agar setuju.
Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif daripada yang lain. Secara khusus, bukti menunjukan bahwa persuasi rasional,seruan inspirasional,dan konsultasi cenderung menjadi cara yang paling efektif diantara kesembilan taktik yang lain. Anda juga dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan Anda dnegan cara menerapkan lebih dari satu jenis taktik pada saat bersamaan atau secara berurutan, sepanjang pilihan-pilihan taktik Anda itu selaras.
Tetapi, beberapa taktik berfungsi lebih bai bergantung pada arah dari pengaruh. Sebagaimana yang ada dalam Tampilan 14-2, beberapa studi menemukan bahwa persuasi rasional merupakan satu-satunya taktik yang efektif di seluruh tingkatan organisasi. Seruan inspirasional sangat baik sebagai taktik memengaruhi bawahan. Jika tekanan berhasil maka hampir dapat dipastikan bahwa hal ini hanya mampu berpengaruh ke bawah. Seruan pribadi dan koalisi paling efektif digunakan dengan upaya-upaya yang memiliki pengaruh lateral. Selain arah engaruh, sejumlah faktor lain ditemukan juga memengaruhi taktik yang paling berfungsi. Faktor-faktor ini meliputi pengurutan taktik, ketrampilan seseorang dalam menggunakan taktik, kekuasaan kerabat seseorang, jenis permintaan dan bagaimana permintaan tersebut dimengerti,kultur organisasi,serta faktor-faktor kultur tertentu dari suatu negara.
Kiranya akan lebih efektif jika Anda mulai dengan taktik yang “lebih halus” yang mengandalkan kekuasaan pribadi seperti seruan pribadi dan inspirasional, persuasi rasional, dan konsultasi. Jika taktik-takti ini gagal,anda bisa beralih ke taktik-taktik yang”lebih keras” seperti tukar pendapat, koalisi,dan tekanan. Yang menarik, ditemukan petunjuk bahwa penggunaan suatu taktik halus lebih efektif daripada suatu taktik yang lebih keras dan bahwa gabungan dua taktik halus,atau sebuah taktik halus dan persuasi rasioanal, lebih efektif daripada taktik tunggal manapun atau gabungan taktik-taktik keras.
Beberapa kajian menemukan bahwa sebuah taktik berkemungkinan berhsil lebih besar jika pihak sasaran atau target memandangnya sebagai bentuk perilaku pengaruh yang dapat diterima secara sosial, pelakunya memiliki posisi dan kekuasaan pribadi yang memadai untuk menggunakan taktik itu, taktik itu dapat memengaruhi sikap pihak sasaran menyangkut permintaan tertentu, digunakan secara trampil, digunakan untuk meminta sesuatu yang masuk akal,dan selaras dengan nilai-nilai dan kebutuhan pihak sasaran.
Kita menyadari bahwa kultur di dalam organisasi berbeda antara satu dengan yang lainnya misalkan sebagian organisasi lebih memiliki suasana hangat,santai,dan mendukungnya;sebagian yang lainnya lebih formal dan konservatif. Karena itu kultur organisasi dimana orang bekerja akan berpengaruh dalam menentuka taktik-taktik yang dianggap tepat. Sebagian kultur mendorong penggunaan partisipasi dan konsultasi, sebagian lain mendorong pemikiran rasional, dan sebagian lainnya lagi mengandalkan tekanan. Jadi organisasi itu sendiri akan memengaruhi rangkaian taktik kekuasaan yang dipandang bisa diterima untuk digunakan.

Terakhir, bukti menunjukan bahwa orang di negara yang berbeda cenderung lebih menykai taktik kekuasaan yang berbeda. Sebagai contoh sebuah studi yang membandingkan para manajer di Amerika Serikat dan Cina menemukan bahwa para manajer di Amerika Serikat memandang pemikiran rasional sebagai taktik yang paing efektif, sedangkan para manajer di Cina lebih menyukai taktik koalisis 
Ø Kekuasaan dalam Kelompok : koalisi
Mereka yang “berada di luar lingkaran kekuasaan” dan berusaha “masuk” ke dalam kelompok mula mula akan mencoba memperbesar kekuasaan mereka secara individual. Mengapa puas dengan remah – remah jika kita bisa mendapatkan keuntungan lebih? Tetapi, jika upaya ini terbukti tidak efektif, alternatifnya adalah membentuk sebuah koalisi (coalition). Suatu kelompok informal yang di ikat oleh satu isu perjuangan yang sama. Alasan membentuk koalisi? Adalah dapat mempersatukan kelompok.
Orang – orang yang menginginkan kekuasaan akan berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam banyak contoh, hal ini mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan dilakukan untuk membentuki koalisi dari dua atau lebih orang di luar kekuasaan yang dengan bersatu, dapat menggabungkan sumber – sumber daya mereka guna mengungkapkan kekuasaan.
Tiga prediksi yang dapat kita buat mengenai pembentukan koalisi. Pertama koalisi dalam organisasi sering kali berupaya memperbesar ukuran mereka sampai maksimal. Dalam teori ilmu politik, koalisi bekerja secara lain mereka mencoba meminimalkan ukuran. Prediksi kedua mengenai koalisi yang berkaitan dengan kadar kesaling ketergantungan di dalam organisasi. Lebih banyak koalisi yang bisa tercipta bila mana terdapat banyak ketergantungan tugas dan sumber daya. Sebaliknya, akan terdapat lebih sedikit saling ketergantungan di antara berbagai sub yunit dan lebih sadikit aktifitas pembentukan koalisibila mana berbagai sub yunit itu mandiri dengan sumber daya yang melimpah.
Prediksi yang terakhir, pembentukan koalisi akan di pengaruhi tugas tugas aktual yang dijalankan oleh pekerja. Semakin rutin tugas kelompok, semakin besar kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin rutin pekerjaan yang orang lakukan semakin besar ketergantungan mereka. untuk mengimbangi ketergantungan ini, membutuhkan koalisi. Ini membantu menjelaskan sejarah terbentuknya serikat –serikat, khususnya diantara pekerja yang berketrampilan rendah.

2.   POLITIK
Definisi
Perilaku politik (political behaviour) adalah kegiatan yang tidak di pandang sebagian dari peran formal seseorangdalam organisasi, tetapi dapat mempengaruhi,atau berusaha mempengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Definisi ini mencakup elemen – elemen kunci dari apa yang dimaksutkan oleh kebanyakan orang ketika mereka berbicara tentang politik berorganisasi. Selainn itu,definisi ini mencakup berbagai upaya untuk mempengaruh.i tujuan, kreteria, atau proses – proses yang di gunakan  dalam penganmbilan keputusan ketika kita menyatakan bahwa terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi”. Definisi ini cukup luas untuk mencakup beragam perilaku politik seperti menahan informasi kunci dari pengambil keputusan, bergabung dalam koalisi, mencari-cari kesalahan menyebarkan rumor, membocorkan informasi rahasia tentang kegiatan organisasi kepada media, saling menyenangkan orang lain di dalam demokrasi untuk memperoleh manfaat bersama, dan melobi atas nama atau melawan seseorang atau alternatif keputusan tertentu.
Perilaku politik yang sah (legitimate political behaviour) adalah politik sehari- hari yang muncull dengan wajar. Hal tersebut seperti membangun koalisi, menentang kebijakanatau organisasi lewat pemogokan atau dengan terlalu berpegang ketat pada ketentuan yang ada, dan menjalin hubungan ke luar organisasi melalui kegiatan profesi. Sedangkan perilaku politik yang tidak sah (illegitimate political behaviour) adalah perilaku politik berat yang menyimpang dan aturan main yang telah ditentukan. Kegiatan yang tidak sah tersebut meliputi sabotase, melaporkan kesalahan, dan protes- protes simbolis seperti mengenakan pakaian nyeleneh atau memakai bros tanda protes, dan bebderapa karyawan yang secara serentak berpura- pura sakit agar tidak perlu masuk kerja.
Mayoritas tindakan politik dalam organisasi bersifat sah. Alasan secara pragmatis adalah bentuk perilaku politik yang tidak sah dan ekstrem jelas membuat pelakunya berisiko kehilangan keanggotaan dalam organisasi atau menerima sanksi berat selain, lebih jauh, hasil dan tindakan mereka itu belum bisa dipastikan positif.

REALITAS POLITIK
Politik adalah sebuah kenyataan hidup organisasi. Orang yang mengabaikan kenyataan ini akan menanggung sendiri resikonya. Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan, dan konflik untuk memperebutkan sumber daya. Contoh yang biasa diperebutkan oleh karyawan adalah anggaran apartemen, alokasi ruamg, tanggung jawab proyek dan penyesuaian gaji.
Sumber daya yang dimiliki organisasi juga ada batasnya, sehingga potensi berubah menjadi konflik nyata. Jika sumber daya melimpah, semua konsumen yang beragam dalam organisasi dapat memenuhi kebutuhannya. Tetapi karena sumber daya terbatas, tidak setiap kepentingan dapat terlayani. Keuntungan satu orang atau kelompok sering kali dipahami akan diperoleh dengan mengorbankan orang atau kelompok lain dalam organisasi. Adanya beberapa kekuatan ini menciptakan persaingan di antara para anggota untuk memenangkan sumber daya organisaasi yang terbatas.

Faktor- faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik
            Sejumlah faktor yang mendorong perilaku politik adalah sebagian merupakan karakteriktis individu, yang berasal dari sifat- sifat unik yang direkrut oleh organisasi; sebagian lainnya adalah hasil dari kultur atau lingkungan internal organisasi.
            Faktor individu. Pada tataran individu, para peneliti telah mengindetifikasi sifat- sifat kepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik seseorang. Dalam hal sifat, kita menemukan bahwa para karyawan mampu yang mampu merefleksi diri secara baik (high self monitor), memiliki pusat kendali (locus of control) internal, dan memiliki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan punya kemungkinan lebih besar untuk terlibat dalam perilaku politik.
            Selain itu, investasi seseorang dalam organisasi, alternatif – alternatif yang diyakininya ada, dan harapan akan kesuksesan turut memengaruhi sejauh mana ia akan memanfaatkan sarana tindakan politik yang tidak sah. Semakin besar investasi seseorang dalam organisasi karena harapan akan mendapatkan keuntungan di masa depan, semakin besar pula kerugian yang harus ditanggungnya jika terpaksa harus keluar dari sana dan semakin kecil kemungkinan bahwa ia akan menggunakan sarana politik yang tidak sah.
            Jika seseorang memiliki  harapan akan kesuksesan yang rendah dalam menggunakan sarana yang tidak sah, ia tidak mungkin berbuat demikian. Harapan akan kesuksesan yang tinggi dalam penggunaan sarana yang tidak sah kemungkinan besar merupakan wilayah orang- orang yang berpengalaman dan berkuasa yang terampil berpolitik maupun karyawan tidak berpengalaman dan naif yang salah menilai peluang mereka.
            Dapat dinyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Perilaku politi, yaitu faktor- faktor individu dan faktor- faktor organisasi. Hal- hal yang termasuk dalam faktor- faktor individu adalah kemampuan merefleksi  diri dengan baik, Pusat kendali internal, Kepribadian High mach (“lincah”), Investasi organisasi, alternatif pekerjaanyang diyakini ada, dan harapan akan kesuksesan. Sedangkan yang termasuk dalam faktor- faktor organisasi adalah realokasi sumber daya, peluang promosi, tingkat kepercayaan rendah, ambiguitas peran, Sistem evaluasi kinerja tidak jelas, praktik- praktik imbalan zero-sum, pengambilan keputusan yang demokratis, tekanan kinerja tinggi, dan para manajer senior yang egois.

PENGERTIAN POLITIK DALAM PRGANISASI
Pengertian politik dengan politik dalam organisasi hampir bersinggungan. Konsep-konsep kekuasaan, influence (pengaruh), resources (sumberdaya), interest (kepentingan), merupakan sejumlah konsep yang melekat di dalam definisi politik maupun politik organisasi.  Politik tidak selalu berarti buruk. Politik adalah media kompetisi gagasan antar sejumlah pihak yang berbeda guna mencapai tujuan masing-masing. Sedangkan politik keorganisasian adalah tindakan-tindakan yang diambil untuk memperoleh dan menggunakan power (kekuasaan) dalam hal pengendalian sumber daya organisasi demi mencapai hasil yang diharapkan oleh satu pihak terhadap pihak lain.

PERILAKU POLITIK DALAM ORGANISASI

            Ketika organisasi melakukan perampingan untuk meningkatkan efisiensi, pengurangan sumber daya harus dilakukan. Terancamnya kehilangan sumber daya, orang dapat terlibat dalam tindakan politik untuk mengamankan apa yang mereka miliki. Tetapi perubahan apa pun,khususnya yang mengimplikasi  realokasi sumber daya dalam organisasi secara signifikan, berkemungkinan merangsang timbulnya konflik dan meningkatkan politisasi.
            Keputusan promosi senantiasa ditengarai sebagai salah satu tindakan paling poitis dalam organisasi. Peluang promosi atau kemajuan mendorong orang untuk bersaing mendapatkan sumber daya yang terbatas dan mencoba secara positif memengaruhi hasil keputusan.
            Semakin kecil kepercayaan yang ada dalam organisasi, semakin tinggi tingkat perilaku politik dan semakin mungkin perilaku politik itu akan tidak sah. Karenanya, tingkat kepercayaan yang tinggi secara umum akan menekan tingkat perilaku politik dan secara khusus akan menghambat tindakan politik yang tidak sah.
            Kegiatan politik didefinisikan sebagai kegiatan yang tidak disyaratkan sebagai bagian dari peran formal seseorang, semakin besar ambiguitas peran semakin banyak seseorang dapat terlibat dalam kegiatan politik dengan peluang kegiatan itu terlihat kecil. Apabila  kultur sebuah organisasi menekankan pada pendekatan zero-sum atau menang-kalah dalam kebijakan alokasi imbalannya, karyawan akan semaki n termotivasi untuk melibatkan diri dalam politisasi. Pendekatan zero-sum menganggap imbalan sebagai harga mati sehingga keuntungan apa pun yang didapat satu orang atau kelompok harus diperoleh dengan mengorbankan orang atau kelompok lain. Jika saya menang,anda harus kalah!Praktik semacam ini mendorong seorang karyawan untuk menjelek-jelekkan karyawan lain  dan membesar-besarkan peran diri sendiri.
            Saat ini para manajer  di berbagai organisasi di dorong untuk ebih bersikap demokratis. Manajer diminta untuk lebih terbuka terhadap masukan dari para karyawan dalam proses pengambiln keputusan dan mau mendengarkan saran dari kelompok dalam proses yang sama. Tetapi tidak semua manajer menganut demokrasi. Banyak manajer  menggunakan kedudukan untuk melegitimatisi kekuasaan dan membuat keputusan yang bersifat sepihak. Para karyawan semakin merasakan tekanan besar untuk meningkatkan kinerja mereka sehingga besar kemungkinan mereka terlibat dalam proses politisasi.
            Persepsi politik dalam organisasi mempunyai hubungan yang negatif terhadap kepuasan kerja. Persepsi terhadap politik dalam organisasi juga cenderung meningkatkan kecemasan dan stres kerja. Selain itu tingkat perputran karyawan meningkat dan dapat menurunkan kinerja karyawan.

TAKTIK MEMAINKAN POLITIK DALAM ORGANISASI

Ø  Meningkatkan ketidakmampuan mengganti.
Jika dalam suatu organisasi hanya ada satu-satunya orang atau subunit yang mampu melakukan tugas  yang dibutuhkan oleh subunit atau organisasi, maka ia atau subunit tersebut dikatakan sebagai memiliki ketidakmampuan mengganti.
Ø  Dekat dengan manajer yang berkuasa.
Cara lain untuk memperoleh kekuasaan adalah dengan mengadakan pendekatan dengan manajer yang sedang berkuasa.
Ø  Membangun koalisi.
Melakukan koalisi dengan individu atau subunit lain yang memiliki kepentingan yang berbeda merupakan taktik politik yang dipakai oleh manajer untuk memperoleh kekuasaan untuk mengatasi konflik sesuai dengan keinginanya.
Ø  Mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Dua taktik untuk mengendalikan proses pengambilan keputusan agar penggunaan kekuasaan nampaknya memiliki legitimasi dan sesuai dengan kepentingan organisasi yaitu mengendalikan agenda dan menghadirkan ahli dari luar.
Ø  Menyalahkan atau menyerang pihak lain.
 Manajer biasanya melakukan ini jika ada sesuatu yang tidak beres atau mereka tidak dapat menerima kegagalannya dengan cara menyalahkan pihak lain yang mereka anggap sebagai pesaingnya.
Ø  Memanipulasi informasi.
Taktik lain yang sering dilakukan adalah manipulasi informasi. Manajer menahan informasi, menyampaikan informasi kepada pihak lain secara selektif, mengubah informasi untuk melindungi dirinya.
Ø  Menciptakan dan menjaga image yang baik.
Taktik positif yang sering dilakukan adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi tersebut. Hal ini meliputi penampilan yang baik, sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan baik dengan semua orang, menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan orang-orang penting dan hal yang sejenisnya. 
Ø  Etika Berperilaku secara politis
Berperilaku politik secara etis tidah ada standart-standart yang dapat membedakan apakah kegiatan berpolitik yang kita jalankan itu etis atau tidak etis. Tetapi ada beberapa pertanyaan yang dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan etis atau tidaknya berperilaku politis. Dan pertanyaan itu ditujukan kepada diri sendiri. Pertanyaannya adalah apa guna berperilaku seperti itu? Selain itu sebelum berbuat demikian hendaknya menimbang dan memikirkan apakah hal yang dilakukan sepadan dengan resikonya. Dan yang terakhir adalah apakah kegiatan politik selaras dengan standar kesetaraan dan keadilan. Tetapi, jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut sering diperdebatkan dengan berbagai cara agar praktik-praktik yang tidak etis menjadi etis.